Iran Desak AS Setop Kecanduan Beri Sanksi

Jakarta, CNN Indonesia --

Pemerintah Iran mendesak Amerika Serikat (AS) menghentikan kecanduannya menjatuhkan sanksi terhadap negaranya, usai Kementerian Keuangan AS mengumumkan sanksi finansial terhadap empat warganya.

"Washington harus memahami bahwa ia tidak memiliki pilihan lain selain melepas kecanduannya terhadap sanksi dan menunjukkan rasa hormat, baik dalam pernyataanya maupun dalam perilakunya, terhadap Iran," ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Saeed Khatibzadeh, dikutip AFP, Minggu (5/9).

Jumat (3/9) lalu, Kemenkeu AS mengumumkan sanksi terhadap empat operasi intelijen Iran yang dituduh merencanakan penculikan terhadap salah satu jurnalis di AS, keturunan Iran.


Menurut dakwaan pemerintah AS, para perwira intelijen mencoba memaksa kerabat jurnalis blasteran Amerika-Iran, Masih Alinejad yang berbasis di Iran, untuk memancingnya pergi ke negara ketiga.

Hal itu dilakukan agar ia bisa ditangkap dan dibawa ke Iran untuk dijebloskan ke penjara. Namun, saat itu gagal. Pihak Iran kemudian diduga menyewa penyelidik swasta AS untuk memantau selama dua tahun terakhir.

Khatibzadeh menyangkal tuduhan itu. Ia menyebut hal tersebut sebagai, "skenario Hollywood, tak berdasar dan tak masuk akal."

Iran dan AS memang kerap berselisih. Di bawah kekuasaan Trump, Washington secara sepihak keluar dari perjanjian Nuklir 2015.

Kesepakatan itu menawarkan bantuan kepada Iran dari sanksi yang menjeratnya sebagai imbalan atas pembatasan program nuklir.

Teheran bersedia masuk lagi ke Pakta Nuklir 2015, jika AS kembali ke kesepakatan dan mencabut sanksi terhadapnya.

Bulan lalu, Prancis, Jerman dan Inggris menyatakan keprihatinannya mengenai laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengonfirmasi Iran memproduksi uranium hingga 20 persen fisil murni, dan menambah kapasitas produksi uranium yang diperkaya menjadi 60 persen.

Iran mengaku program nuklirnya damai. Mereka mengklaim telah memberi tahu pengawas mengenai kegiatannya.

Presiden Iran, Ebrahim Raisi, mengatakan mereka mencoba kembali menghidupkan kesepakatan Nuklir 2015.

"Ada dalam agenda pemerintah, tetapi tidak di bawah tekanan (Barat)," ujarnya, kepada media pemerintah, Sabtu (4/9).

Raisi menyatakan pembicaraan kelanjutan Wina soal menghidupkan kembali Pakta Nuklir ada dalam agenda.

"Tapi bukan pembicaraan demi pembicaraan, atau negosiasi demi negosiasi. Dalam pembicaraan ini, kami berusaha untuk mendapat pencabutan sanksi yang menindas," ujarnya.

"Kami tidak akan menyerah pada kepentingan bangsa Iran yang besar," tegas Raisi.

Presiden AS, Joe Biden mengatakan ingin bergabung kembali dalam pakta tersebut. Namun pembicaraan di Wina terhambat sejak Raisi memenangkan pemilihan presiden Iran, Juni lalu.

Pada akhir Agustus, Pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khomeni menuduh pemerintahan Biden membuat tuntutan yang sama dengan pendahulunya, mengenai pembicaraan soal menghidupkan kembali pakta tersebut.

Kemudian pada pekan lalu, Menteri Luar Negeri Iran, Hossein Amir Abdollahian menyarankan pembicaraan Wina tak dilanjutkan selama dua atau tiga bulan.

Teheran menuntut pencabutan semua sanksi yang dijatuhkan atau diterapkan kembali padanya oleh AS sejak 2017.

(isa/fra)

[Gambas:Video CNN]

0 Response to "Iran Desak AS Setop Kecanduan Beri Sanksi"

Post a Comment